Minggu, 13 Januari 2013

Hukum facebook dalam ajaran islam

Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala
Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in.
Para pembaca yang semoga dirahmati oleh
Allah Ta’ala. Belakangan ini di antara kita
pernah mendengar mengenai fatwa
haramnya Facebook, sebuah layanan
pertemanan di dunia maya yang hampir
serupa dengan Friendster dan layanan
pertemanan lainnya. Banyak yang bingung
dalam menyikapi fatwa semacam ini. Namun,
bagi orang yang diberi anugerah ilmu oleh
Allah tentu tidak akan bingung dalam
menyikapi fatwa tersebut.
Dalam tulisan yang singkat ini, dengan izin
dan pertolongan Allah kami akan membahas
tema yang cukup menarik ini, yang sempat
membuat sebagian orang kaget. Tetapi
sebelumnya, ada beberapa preface yang akan
kami kemukakan. Semoga Allah
memudahkannya.
Dua Kaedah yang Mesti Diperhatikan
Saudaraku, yang semoga selalu mendapatkan
taufik dan hidayah Allah Ta’ala. Dari hasil
penelitian dari Al Qur’an dan As Sunnah, para
ulama membuat dua kaedah ushul fiqih
berikut ini:
Hukum asal untuk perkara ibadah adalah
terlarang dan tidaklah disyari’atkan sampai
Allah dan Rasul-Nya mensyari’atkan.
Sebaliknya, hukum asal untuk perkara ‘aadat
(non ibadah) adalah dibolehkan dan tidak
diharamkan sampai Allah dan Rasul-Nya
melarangnya.
Apa yang dimaksud dua kaedah di atas?
Untuk kaedah pertama yaitu hukum asal
setiap perkara ibadah adalah terlarang
sampai ada dalil yang mensyariatkannya.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa
ibadah adalah sesuatu yang diperintahkan
atau dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Barangsiapa yang memerintahkan atau
menganjurkan suatu amalan yang tidak
ditunjukkan oleh Al Qur’an dan hadits, maka
orang seperti ini berarti telah mengada-ada
dalam beragama (baca: berbuat bid’ah).
Amalan yang dilakukan oleh orang semacam
ini pun tertolak karena Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam telah bersabda,
ﻣَﻦْ ﻋَﻤِﻞَ ﻋَﻤَﻼً ﻟَﻴْﺲَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺃَﻣْﺮُﻧَﺎ ﻓَﻬُﻮَ ﺭَﺩٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang
bukan ajaran kami, maka amalan tersebut
tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)
Namun, untuk perkara ‘aadat (non ibadah)
seperti makanan, minuman, pakaian,
pekerjaan, dan mu’amalat, hukum asalnya
adalah diperbolehkan kecuali jika ada dalil
yang mengharamkannya.
Dalil untuk kaedah kedua ini adalah firman
Allah Ta’ala,
ﻫُﻮَ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺧَﻠَﻖَ ﻟَﻜُﻢ ﻣَّﺎ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭْﺽِ ﺟَﻤِﻴﻌﺎً
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang
ada di bumi untuk kamu”. (QS. Al Baqarah:
29). Maksudnya, adalah Allah menciptakan
segala yang ada di muka bumi ini untuk
dimanfaatkan. Itu berarti diperbolehkan
selama tidak dilarangkan oleh syari’at dan
tidak mendatangkan bahaya.
Allah Ta’ala juga berfirman,
ﻗُﻞْ ﻣَﻦْ ﺣَﺮَّﻡَ ﺯِﻳﻨَﺔَ ﺍﻟﻠّﻪِ ﺍﻟَّﺘِﻲَ ﺃَﺧْﺮَﺝَ ﻟِﻌِﺒَﺎﺩِﻩِ ﻭَﺍﻟْﻄَّﻴِّﺒَﺎﺕِ ﻣِﻦَ
ﺍﻟﺮِّﺯْﻕِ ﻗُﻞْ ﻫِﻲ ﻟِﻠَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍْ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺤَﻴَﺎﺓِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﺧَﺎﻟِﺼَﺔً ﻳَﻮْﻡَ
ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﻛَﺬَﻟِﻚَ ﻧُﻔَﺼِّﻞُ ﺍﻵﻳَﺎﺕِ ﻟِﻘَﻮْﻡٍ ﻳَﻌْﻠَﻤُﻮﻥَ
“Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan
perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-
Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa
pulakah yang mengharamkan) rezki yang
baik?" Katakanlah: "Semuanya itu
(disediakan) bagi orang-orang yang beriman
dalam kehidupan dunia, khusus (untuk
mereka saja) di hari kiamat ." Demikianlah
Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-
orang yang mengetahui.” (QS. Al A’raaf: 32).
Dalam ayat ini, Allah Ta’ala mengingkari siapa
saja yang mengharamkan makanan,
minuman, pakaian, dan semacamnya.
Jadi, jika ada yang menanyakan mengenai
hukum makanan “tahu”? Apa hukumnya?
Maka jawabannya adalah “tahu” itu halal dan
diperbolehkan.
Jika ada yang menanyakan lagi mengenai
hukum minuman “Coca-cola”? Apa
hukumnya? Maka jawabannya juga sama
yaitu halal dan diperbolehkan.
Begitu pula jika ada yang menanyakan
mengenai jual beli laptop? Apa hukumnya?
Jawabannya adalah halal dan diperbolehkan.
Jadi, untuk perkara non ibadah seperti tadi,
hukum asalnya adalah halal dan
diperbolehkan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya. Makan bangkai menjadi
haram, karena dilarang oleh Allah dan Rasul-
Nya. Begitu pula pakaian sutra bagi laki-laki
diharamkan karena ada dalil yang
menunjukkan demikian. Namun asalnya
untuk perkara non ibadah adalah halal dan
diperbolehkan.
Oleh karena itu, jika ada yang menanyakan
pada kami bagaimana hukum Facebook?
Maka kami jawab bahwa hukum asal
Facebook adalah sebagaimana handphone,
email, website, blog, radio dan alat-alat
teknologi lainnya yaitu sama-sama mubah
dan diperbolehkan.
Hukum Sarana sama dengan Hukum
Tujuan
Perkara mubah (yang dibolehkan) itu ada dua
macam. Ada perkara mubah yang dibolehkan
dilihat dari dzatnya dan ada pula perkara
mubah yang menjadi wasilah (perantara)
kepada sesuatu yang diperintahkan atau
sesuatu yang dilarang.
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di –
rahimahullah- mengatakan,
“Perkara mubah dibolehkan dan diizinkan
oleh syari’at untuk dilakukan. Namun, perkara
mubah itu dapat pula mengantarkan kepada
hal-hal yang baik maka dia dikelompokkan
dalam hal-hal yang diperintahkan.
Perkara mubah terkadang pula
mengantarkan pada hal yang jelek, maka dia
dikelompokkan dalam hal-hal yang dilarang.
Inilah landasan yang harus diketahui setiap
muslim bahwa hukum sarana sama dengan
hukum tujuan (al wasa-il laha hukmul
maqhosid).”
Maksud perkataan beliau di atas: Apabila
perkara mubah tersebut mengantarkan pada
kebaikan, maka perkara mubah tersebut
diperintahkan, baik dengan perintah yang
wajib atau pun yang sunnah. Orang yang
melakukan mubah seperti ini akan diberi
ganjaran sesuai dengan niatnya.
Misalnya : Tidur adalah suatu hal yang mubah.
Namun, jika tidur itu bisa membantu dalam
melakukan ketaatan pada Allah atau bisa
membantu dalam mencari rizki, maka tidur
tersebut menjadi mustahab (dianjurkan/
disunnahkan) dan akan diberi ganjaran jika
diniatkan untuk mendapatkan ganjaran di
sisi Allah.
Begitu pula jika perkara mubah dapat
mengantarkan pada sesuatu yang dilarang,
maka hukumnya pun menjadi terlarang, baik
dengan larangan haram maupun makruh.
Misalnya : Terlarang menjual barang yang
sebenarnya mubah namun nantinya akan
digunakan untuk maksiat. Seperti menjual
anggur untuk dijadikan khomr.
Contoh lainnya adalah makan dan minum dari
yang thoyib dan mubah, namun secara
berlebihan sampai merusak sistem
pencernaan, maka ini sebaiknya ditinggalkan
(makruh).
Bersenda gurau atau guyon juga asalnya
adalah mubah. Sebagian ulama mengatakan,
“Canda itu bagaikan garam untuk makanan.
Jika terlalu banyak tidak enak, terlalu sedikit
juga tidak enak.” Jadi, jika guyon tersebut
sampai melalaikan dari perkara yang wajib
seperti shalat atau mengganggu orang lain,
maka guyon seperti ini menjadi terlarang.
Oleh karena itu, jika sudah ditetapkan hukum
pada tujuan, maka sarana (perantara)
menuju tujuan tadi akan memiliki hukum
yang sama. Perantara pada sesuatu yang
diperintahkan, maka perantara tersebut
diperintahkan. Begitu pula perantara pada
sesuatu yang dilarang, maka perantara
tersebut dilarang pula.
Misalnya tujuan tersebut wajib, maka sarana
yang mengantarkan kepada yang wajib ini
ikut menjadi wajib.
Contohnya : Menunaikan shalat lima waktu
adalah sebagai tujuan. Dan berjalan ke
tempat shalat (masjid) adalah wasilah
(perantara). Maka karena tujuan tadi wajib,
maka wasilah di sini juga ikut menjadi wajib.
Ini berlaku untuk perkara sunnah dan
seterusnya.
Intinya, Hukum Facebook adalah
Tergantung Pemanfaatannya
Jadi intinya, hukum facebook adalah
tergantung pemanfaatannya. Kalau
pemanfaatannya adalah untuk perkara yang
sia-sia dan tidak bermanfaat, maka facebook
pun bernilai sia-sia dan hanya membuang-
buang waktu. Begitu pula jika facebook
digunakan untuk perkara yang haram, maka
hukumnya pun menjadi haram. Hal ini semua
termasuk dalam kaed “al wasa-il laha hukmul
maqhosid (hukum sarana sama dengan
hukum tujuan).” Di bawah kaedah ini
terdapat kaedah derivat atau turunan lainnya
yaitu:
1. Maa laa yatimmul wajibu illah bihi fa huwa
wajib (Suatu yang wajib yang tidak
sempurna kecuali dengan sarana ini, maka
sarana ini menjadi wajib)
2. Maa laa yatimmul masnun illah bihi fa
huwa masnun (Suatu yang sunnah yang
tidak sempurna kecuali dengan sarana ini,
maka sarana ini menjadi sunnah)
3. Maa yatawaqqoful haromu ‘alaihi fa huwa
haromun (Suatu yang bisa menyebabkan
terjerumus pada yang haram, maka sarana
menuju yang haram tersebut menjadi
haram)
Kita dapat melihat bahwa tidak sedikit di
antara pengguna facebook yang melakukan
hubungan gelap di luar nikah di dunia maya.
Padahal lawan jenis yang diajak
berhubungan bukanlah mahram dan bukan
istri.
Sungguh, banyak terjadi perselingkuhan
karena kasus semacam ini. Jika memang
facebook banyak digunakan untuk tujuan-
tujuan semacam ini, maka sungguh kami
katakan, “Hukum facebook sebagaimana
hukum pemanfaatannya. Kalau dimanfaatkan
untuk yang haram, maka facebook pun
menjadi haram.”
Waktu yang Sia-sia Di Depan Facebook
Saudaraku, inilah yang kami ingatkan untuk
para pengguna facebook. Ingatlah waktumu!
Kebanyakan orang betah berjam-jam di
depan facebook, bisa sampai 5 jam bahkan
seharian, namun mereka begitu tidak betah
di depan Al Qur’an dan majelis ilmu
. Sungguh, ini yang kami sayangkan bagi
saudara- saudaraku yang begitu gandrung
dengan facebook. Oleh karena itu, sadarlah!!
Semoga beberapa nasehat ulama kembali
menyadarkanmu tentang waktu dan
hidupmu.
Imam Asy Syafi’i rahimahullah pernah
mengatakan, “Aku pernah bersama dengan
seorang sufi. Aku tidaklah mendapatkan
pelajaran darinya selain dua hal. Pertama, dia
mengatakan bahwa waktu bagaikan pedang.
Jika kamu tidak memotongnya
(memanfaatkannya), maka dia akan
memotongmu.”
Lanjutan dari perkataan Imam Asy Syafi’i di
atas, “Kemudian orang sufi tersebut
menyebutkan perkataan lain: Jika dirimu
tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik
(haq), pasti akan tersibukkan dengan hal-hal
yang sia-sia (batil).” (Al Jawabul Kafi, 109,
Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
“Waktu manusia adalah umurnya yang
sebenarnya. Waktu tersebut adalah waktu
yang dimanfaatkan untuk mendapatkan
kehidupan yang abadi dan penuh
kenikmatan dan terbebas dari kesempitan
dan adzab yang pedih. Ketahuilah bahwa
berlalunya waktu lebih cepat dari berjalannya
awan (mendung). Barangsiapa yang
waktunya hanya untuk ketaatan dan
beribadah pada Allah, maka itulah waktu dan
umurnya yang sebenarnya. Selain itu tidak
dinilai sebagai kehidupannya, namun hanya
teranggap seperti kehidupan binatang
ternak.”
Ingatlah ... kematian lebih layak bagi orang
yang menyia-nyiakan waktu.
Ibnul Qayyim mengatakan, “Jika waktu hanya
dihabiskan untuk hal-hal yang membuat lalai,
untuk sekedar menghamburkan syahwat
(hawa nafsu), berangan-angan yang batil,
hanya dihabiskan dengan banyak tidur dan
digunakan dalam kebatilan, maka sungguh
kematian lebih layak bagi dirinya.” (Al
Jawabul Kafi, 109)
Marilah Memanfaatkan Facebook untuk
Dakwah
Inilah pemanfaatan yang paling baik yaitu
facebook dimanfaatkan untuk dakwah.
Betapa banyak orang yang senang dikirimi
nasehat agama yang dibaca di inbox, note
atau melalui link mereka. Banyak yang sadar
dan kembali kepada jalan kebenaran karena
membaca nasehat-nasehat tersebut.
Oleh karena itu, jadilah orang yang
bermanfaat bagi orang lain apalagi dalam
masalah agama, yang tentu saja dengan
bekal ini akan mendatangkan kebahagiaan di
dunia dan akhirat.
Dari Jabir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
ﺧﻴْﺮُ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﺃَﻧْﻔَﻌُﻬُﻢْ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling
memberikan manfaat bagi orang lain.” (Al
Jaami’ Ash Shogir, no. 11608)
Dari Abu Mas’ud Al Anshori, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
ﻣَﻦْ ﺩَﻝَّ ﻋَﻠَﻰ ﺧَﻴْﺮٍ ﻓَﻠَﻪُ ﻣِﺜْﻞُ ﺃَﺟْﺮِ ﻓَﺎﻋِﻠِﻪِ
“Barangsiapa memberi petunjuk pada orang
lain, maka dia mendapat ganjaran
sebagaimana ganjaran orang yang
melakukannya.” (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga
bersabda,
ﻷَﻥْ ﻳَﻬْﺪِﻯَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺑِﻚَ ﺭَﺟُﻼً ﻭَﺍﺣِﺪًﺍ ﺧَﻴْﺮٌ ﻟَﻚَ ﻣِﻦْ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮﻥَ ﻟَﻚَ
ﺣُﻤْﺮُ ﺍﻟﻨَّﻌَﻢِ
"Jika Allah memberikan hidayah kepada
seseorang melalui perantaraanmu maka itu
lebih baik bagimu daripada mendapatkan
unta merah (harta yang paling berharga
orang Arab saat itu)." (HR. Bukhari dan
Muslim)
Lihatlah saudaraku, bagaimana jika tulisan
kita dalam note, status, atau link di facebook
dibaca oleh 5, 10 bahkan ratusan orang, lalu
mereka amalkan, betapa banyak pahala yang
kita peroleh. Jadi, facebook jika dimanfaatkan
untuk dakwah semacam ini, sungguh sangat
bermanfaat.
Penutup: Nasehat bagi Para Pengguna
Facebook
Imam Asy Syafi’I mengatakan, “Jika dirimu
tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik,
pasti akan tersibukkan dengan hal-hal yang
sia-sia (batil)”.( Al Jawabul Kafi, 109)
Semoga kita selalu disibukkan dengan hal
yang dapat memberikan manfaat pada orang
lain. Alangkah bagusnya jika status, note dan
link yang kita berikan pada saudara-saudara
kita berisi siraman-siraman rohani. Itu lebih
baik dan lebih bermanfaat dibandingkan
dengan mengisi status di FB dengan hal-hal
yang sia- sia atau bahkan dosa.
Kami hanya bisa berdoa kepada Allah,
semoga Allah memberikan taufik dan hidayah
bagi orang yang membaca tulisan ini.
Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk
memanfaatkan waktu dengan baik, dalam
hal-hal yang bermanfaat.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush
sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina
Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa
sallam.
WASSALAMUALAIKUM WR WB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

salam hormat salam rindu dibagi rata